Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi menjelaskan, kasus pelanggaran hak anak meliputi kekerasan, penelantaran, eksploitasi, perdagangan anak, dan penculikan.
''Ini sangat mengkhawatirkan. Kekerasan secara fisik dan psikis pada anak yang terjadi merupakan fakta yang tidak bisa lagi disembunyikan,'' kata Seto di Jakarta, kemarin.
Versi berbeda namun sama memprihatinkan diungkapkan tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rachmat Sentika. Menurutnya, berdasarkan data yang dihimpun dari Kejaksaan Agung pada 2006 dan telah diteruskan ke Komite Anak Dunia, dalam laporan III dan IV, terungkap berbagai data yang merisaukan perihal kekerasan terhadap anak yang telah resmi diproses sesuai hukum.
Pada laporan tersebut tercantum, terdapat 600 kasus yang telah resmi diputus oleh Kejaksaan Agung. Dari total tersebut, 41% di antaranya terkait dengan tindak pencabulan dan pelecehan seksual. Adapun 41% lainnya, berkenaan dengan perkosaan. Sisanya, 3% merupakan kasus perdagangan anak, 3% kasus pembunuhan, 7% tindak penganiayaan, sedangkan lainnya 5% tidak diketahui.
Sementara itu, sepanjang 2007, berdasarkan hasil penghimpunan berbagai berita di 19 koran dalam rentang satu tahun terungkap, terdapat 470 kasus kekerasan pada anak. Dari jumlah itu 67 di antaranya terbunuh, sedangkan 23 kasus lainnya merupakan tindak perkosaan yang umumnya dilakukan pihak keluarga dekat.
Rachmat juga mengungkapkan, dari kasus perdagangan anak, rata-rata 290 ribu anak per tahunnya menjadi buruh migran di luar negeri. Dari jumlah itu, 10% di antaranya umumnya terkait dengan anak-anak.
Tegakkan hukum
Padahal, ia menjelaskan, secara yuridis formal perintah melindungi anak-anak dari kekerasan sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan Pasal 28B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
''Dan tindak kekerasan pada anak sangat kompleks. Lantaran, guna mencari solusi, dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak, yakni keluarga, pendidik, masyarakat, dan pemerintah,'' kata Rachmat.
Menurutnya, anggota keluarga, masyarakat, dan pemerintah harus memahami hak anak-anak, dan semaksimal mungkin untuk memenuhinya.
''Semua harus paham bahwa anak bukan hak milik yang bisa diperlakukan seenaknya. Mereka juga punya hak. Maka kita semua perlu sosialisasi dan advokasi terhadap hak-hak anak.''
Hal senada juga dikemukakan Seto Mulyadi. Komnas Perlindungan Anak, lanjut Seto, merekomendasikan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada anak dan menegakkan peraturan perundangan tentang perlindungan anak yang sudah ada.
''Kami juga meminta pemerintah memberikan layanan rehabilitasi sosial komprehensif, tanpa biaya, bagi anak-anak korban kekerasan dan pelanggaran hak,'' tegasnya.
Berkenaan hal itu Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah menjelaskan, pemerintah telah berupaya mencegah dan menangani kasus kekerasan pada anak dengan menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Demikian juga dengan penyediaan fasilitas rehabilitasi sosial bagi anak-anak korban kekerasan dan pelanggaran hak. ''Hanya saja, Depsos baru memiliki satu fasilitas semacam itu, yakni rumah perlindungan sosial anak di Bambu Apus, Jakarta Timur,'' kata Mensos
sumber : KPAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar